PELACURAN merupakan bisnis tertua yang dikenal manusia sejak zaman
dulu. Bahkan hingga kini, bisnis haram ini kian mengalami kemajuan
seiring dengan berkembangnya teknologi, terutama di abad informasi ini.
Salah satunya dengan media internet yang saat ini makin digandrungi
berbagai kalangan, membuat pelacuran menjadi makin mudah didapatkan.
Setiap negara di dunia memiliki sejarah tersendiri terkait dengan
pelacuran yang merupakan biang kehancuran pondasi masyarakat ini. Di
antaranya:
1. Pada zaman India kuno, pelacur kelas bawahan disebut ‘Kumbhadasi.’
Dalam masyarakat itu, kaum wanita dari golongan rendah diberi 2
pilihan, yaitu menikah atau menjadi ‘pelacur.’
2. Yunani Kuno, pelacur jalanan disebut ‘Pornoi.’ Masyarakat Yunani
Kuno telah mengenal ‘Pelacuran kuil’ – sebuah institusi purba tempat
para pelacur meyumbangkan uang hasil kerja untuk kuil Aphrodite demi
mendapatkan anugerah dari para dewi. Bahkan mereka diberi gelar
‘Hierodouli.’
3. Di Romawi, pelacur dikatakan sebagai penjahat dan pengganggu
anak-anak. Selain diharuskan berpakaian tertentu untuk membedakan mereka
dengan golongan bangsawan. Di Asysyiria, ditetapkan hukuman bagi
pelacur membuka tutup kepalanya sebagai pembeda dengan golongan lain.
4. Pada zaman Babilonia, dikenal nama ‘Kizrete.’ Mereka disanjung
sebagai golongan terhormat. Cerita-cerita tentang pelacur terhormat ini
turut mewarnai kisah rakyat Mesir Kuno.
5. Di Jepang, pelacur justru ditempatkan di tempat terhormat yang terkenal dengan istilah ‘Geisha.’
6. Di Italia, tercatat nama Veronica Franco yang berjaya membangun tempat pelacuran pada tahun 1577 Masehi.
7. Di China, pelacuran sengaja ditempatkan di rumah-rumah khusus.
Pelacur dari golongan bawah diberi gelar ‘Wa She.’ Barulah pada dinasti
Han, pelacur golongan ini ditempatkan bersama anggota kelompok pejahat,
tahanan perang, dan budak.
Adapun pada masa Perang Dunia II, sekira 600 ribu wanita menjadi
pelacur sebagai usaha sampingan mereka. Hasilnya, penyakit kelamin kian
menyebar dan menular dikalangan tentara AS di Eropa setelah Perang Dunia
II. Karena pada saat iturmah pelacuranmenjadi sumber penyakit infeksi
kelamin. Tercatat sekira 6 persen tentara AS mengidap penyakit kelamin
berbahaya akibat berhubungan dengan pelacur profesional. 80 persen
akibat berhubungan dengan pelacur amatir, dan 14 persen disebabkan oleh
istri mereka.
Akibat banyaknya penyakit ini, para tentara tak mampu maju ke medan
tempur, sehingga memaksa petugas medis ketentaraan AS melakukan operasi
ke rumah-rumah pelacuran itu.