RAJAB Al-Toum, seorang pria Palestina berusia 126 tahun, mengatakan
buku-buku sejarah gagal untuk secara akurat menggambarkan hari-hari
berikutnya setelah Nakba Palestina yang bertepatan dengan pendirian
Israel pada 15 Mei 1948.
Al-Toum masih jelas mengingat peristiwa, termasuk kekejaman yang
dilakukan oleh geng teroris Yahudi terhadap penduduk Palestina setempat –
kenangan yang masih membuat air matanya menetas.
“Pembantaian yang terjadi pada saat itu tetap tergores di ingatan saya,” kata al-Toum kepada Anadolu Agency.
Sudah 59 tahun ketika Nakba terjadi, al-Toum bekerja di sebuah
peternakan di Beersheba (yang sekarang Israel selatan) ketika geng
Zionis memaksa ratusan ribu orang Palestina meninggalkan rumah dan desa
mereka.
Dia melihat tentara Yahudi menyeret seorang wanita Palestina yang
sedang hamil muda sebelum membunuhnya di depan suami dan anak-anak.
“Saya gemetar ketakutan ketika melihat ini,” kata al-Toum. “Saya takut mereka akan membunuh saya juga.”
Setelah tentara membantai wanita hamil itu, mereka (tentara yahudi)
menarik diri, memberikan al-Toum – bersama dengan warga Palestina lain
yang bersembunyi dalam ketakutan – kesempatan untuk mengungsi.
Kemudian, al-Toum akan menemukan tidak hanya wanita hamil itu yang dibantai oleh kelompok-kelompok paramiliter Yahudi.
Banyak laki-laki, wanita dan anak-anak, ia temukan dalam kondisi
tewas – sering di depan keluarga mereka – oleh kelompok-kelompok Zionis
bersenjata seperti Haganah dan gang Stern.
Banyak dari mereka dibantai, kenang al-Toum, sementara yang lain hanya ditembak dan dibunuh.
Pada saat itu, kata dia, sebagian besar warga Palestina gagal memahami dahsyatnya bencana yang membentang di depan mereka.
Mereka mulai memahami ruang lingkup krisis ketika geng Yahudi bersenjata berat menyerbu desa-desa mereka menggunakan tank.
Berita tentang pembantaian menyebar seperti api, kata al-Toum,
mendorong warga Palestina, wanita dan anak-anak untuk meninggalkan
kehidupan mereka – kebanyakan dari mereka meninggalkan semua harta milik
mereka.
“Geng Yahudi menyerang desa Palestina tanpa pandang bulu dengan
tujuan meneror warga yang melarikan diri,” kata orang tua tersebut.
Ratusan warga Palestina, ia menambahkan, terkubur di bawah reruntuhan rumah mereka yang hancur akibat serbuan Yahudi.
“Buku-buku sejarah gagal telah menggambarkan kengerian pembantaian
yang berlangsung sewaktu Nakba dan pasca Nakba,” ujar al-Toum, yang saat
ini tinggal di kota Beit Lahia di Jalur Gaza