PERANG Suriah yang meletus sejak Maret 2011 hingga saat ini telah
menimbulkan banyak korban. Namun sayangnya, penderitaan ini masih belum
banyak terangkat di media karena disimpangsiurkan banyak hal.
Menurut Sekjen Jurnalis Islam Bersatu (JITU) Muhammad Pizaro,
penindasan terhadap rakyat Suriah sudah berjalan lebih dari empat
dekade.
Bahkan rakyat Suriah kerap mengisahkan tragedi yang mereka alami
semenjak rezim Hafez Assad yang naik menjadi Presiden pada tahun 1970.
“Sebagai bukti penindasan di zaman pemerintahanya, Hafez Assad
membuat monumen besar berbentuk lubang di Kota Idlib yang dibuat tahun
80an,” kata redpel Islampos ini dalam bedah buku “Kutitipkan Namamu
dalam Doaku: Catatan Relawan Kemanusiaan di Suriah” di Masjid Pondok
Indah, Jakarta Selatan, belum lama ini.
Lubang besar itu, kata Pizaro, adalah sebuah monumen bekas kejatuhan bom yang dilakukan Hafez kepada demonstran di Suriah.
“Jadi monumen ini adalah bentuk ultimatum oleh Hafez agar rakyat
Suriah tak berfikir melakukan kritik terhadap pemerintahannya yang
zhalim,” ujar jurnalis yang berangkat ke Suriah pada tahun 2014 ini.
Kondisi Suriah saat ini, lanjut Pizaro, masih berada dalam situasi
memperihatinkan. Mereka kekurangan makan, minuman, dan obat-obatan.
Banyak warga Suriah mati kedinginan karena minimnya pasokan bantuan.
Bahkan PBB sendiri banyak mendapatkan kritik karena tak mampu menangani para pengungsi Suriah.
“Rakyat Suriah menyambut gembira kedatangan jurnalis, karena mereka bisa ‘bersuara’ ke dunia tentang nasib mereka.”
Di sinilah, sambung Pizaro, jurnalisme kemanusiaan dibutuhkan hadir
ke Suriah untuk memotret langsung tragedi kemanusiaan di Suriah