BERBAGAI upaya dilakukan para pemimpin Syiah untuk memperluas ajaran
yang menyimpang dari Islam ini. Sebagai contoh, mantan Presiden Iran
Mahmud Ahmadinejad yang terkenal sebagai simbol perlawanan Iran terhadap
AS, kerap berkunjung ke berbagai negara dengan penampilan sederhana,
kemampuan diplomasi yang lugas, tegas dan jelas, hingga mampu menarik
massa dan kalangan akademisi seperti di Indonesia.
Berbagai kerjasama Iran-Indonesia juga kerap digagas setelah Parlemen
Iran yang diketuai Gholam Ali Haddad Adel dan pejabat-pejabat Iran
berkunjung ke Indonesia dan bertemu beberapa tokoh Islam Indonesia.
Bahkan sempat menggelar Konferensi Ulama Internasional Para Pemimpin
Islam untuk Irak di Bogor pada 4 April 2007. Konferensi ini dihadiri 9
negara seperti Iran, Irak, Mesir, Malaysia, Lebanon, Pakistan, Suriah,
Turki dan Indonesia, dengan melibatkan tokoh Sunni dan Syiah.
Pemimpin Syiah kerap melakukan kolaborasi dengan mitranya, bahkan
“musuh” sekalipun, demi memenuhi syahwat politik ekspansionis penyebaran
ajaran dan kekuasaan Syiah. Ketika Khomeini memegang tampuk pimpinan
Revolusi Iran pada 1979, dia memerintahkan Jenderal Ahmed Madani untuk
menyerang warga Arabistan yang mayoritas Sunni, disebabkan mereka
menuntut hak yang telah dirampas oleh Shah Pahlevi sebelum digulingkan.
Nmaun, tuntutan tersebut dijawab oleh Khomeini dengan pembunuhan dan
pengusiran penduduk dari tanah air mereka sendiri.
Tak puas dengan luas teritorial yang telah dikuasai, Iran selaku
negara “Kiblat Syiah” juga ikut menyerang Irak dengan dalih menumbangkan
rezim Ba’ats pimpinan Saddam Hussein, kemudian membunuh ribuan rakyat
Irak pada tahun 1984 (Perang Teluk I). Persis sebagaimana dilakukan
George W. Bush yang memborbardir Irak karena ingin menumbankan Saddam
Husein dengan Tuduhan Irak telah mengembangkan senjata pemusnah massal.
[sumber: Syiah,menguak tabir kesesatan dan penghinaannya terhadap Islam/karya Drs. Muhammad Thalib/penerbit: el-qassam]