SUDAH bukan hal aneh lagi, jika Syiah terlalu mengkultuskan Ali bin
Abi Thalib beserta keturunannya. Bahkan bagi mereka kalangan Ahlul Bait
itu lebih mulia di banding Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Padahal baik Ali maupun keturunannya tidak pernah mengakui keyakinan Syiah ini.
Telah berkata al-Husain al-Fuhaid di dalam salah satu kaset
Rodidhoh dan kedustaannya “Misalnya jika kamu sebutkan keimamahan secara
haqiqi, terkadang imamah itu lebih mulia dari Nabi Muhammad. Jika kamu
sebutkan imam al-Husain dan imam al-Hasan, siapa kakek Husain?
Rasulullah siapa bapaknya? Amirul mukminin dan ibunya? Fatimah dan siapa
saudaranya? Imam Hasan. Dan jika kamu sebut Rasulullah siapa kakeknya?
Abdul Muthalib, Siapa ayahnya? Abdullah, siapa ibunya? Aminah, maka
lihatlah dari sisi nasab Imam Husain lebih mulai dari nasab Rasulullah,
maka keimamahan lebih mulia dari nubuwah.
Bantahan:
1. Tidaklah menjamin bahwa nasab seseorang itu menjadikan dia lebih
mulia. Jika kita bertanya siapa istrinya Nabi Nuh Alaihi Salam dan
anaknya, mereka berdua adalah kafir. Dan istrinya Firaun adalah wanita
mulia karena dia seorang Muslimah. Maka keturunan itu tidak menjamin
kemuliaan seseorang. Dan contoh lain Abdullah bin Ubay bin Salul seorang
munafik memiliki anak yang bernama Abdullah dia adalah sahabat Nabi
yang mulia, dan begitu pula paman Rasulullah Abu Jahal dia termasuk
orang kafir Quraisy, namun apakah dia lebih mulia dari Nabi padahal dia
paman beliau?
2. Kemuliaan itu dilihat pada ketakwaan seseorang kepada Alloh. Sebagaimana firman Alloh yang artinya:
“Hai manusia, sesuangguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paing taqwa
di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. al-Hujurat: 13).
[Sumber: Bahaya Syiah Rofidhoh bagi Dunia Islam/Karya: Ust. Abu Hazim
Muhsin bin Muhammad Bashori/Penerbit: Maktabah Daarul Atsar]