Momentum kebangkitan kelompok Syiah
Al-Hautsi (Syiah Al Houthi ) dalam percaturan politik nasional di Yaman
terjadi bulan Agustus 2014. Ketika itu pimpinan pemberontak Syiah
Al-Hautsi, Abdul Malik al Houthi yang didukung ribuan demonstran yang
turun ke jalanan menuntut pemerintah Yaman yang dipimpin presiden
Abdurabbu Mansyur Hadi membatalkan pencabutan subsidi BBM yang diumumkan
sebulan sebelumnya.
Al-Hautsi mengancam akan menggulingkan presiden jika tuntutan itu tidak dikabulkan. Selain itu kaum Syiah Al-Hautsi juga menuntut lebih banyak pembagian kekuasaan lewat perwakilan kelompok etnis, religius dan aktivis dalam pemerintahan setelah digulingkannya presiden Ali Abdullah Saleh pada 2011.
Sebagaimana diketahui, kelompok Syiah Al
Hautsi berperan besar dalam penggulingan Saleh dan naiknya wakil
presiden Mansyur Hadi menjadi presiden baru.
Ketegangan antara kelompok Al-Hautsi
melawan presiden Hadi mula-mula mereda setelah tercapainya kesepakatan
damai lewat mediasi petugas PBB untuk Yaman, Jamal Benomar.
Hadi juga mengundang kaum Al-Hautsi untuk
duduk dalam pemerintahan persatuan nasional. Juga presiden Hadi
mengajukan syarat, semua kelompok Al-Hautsi agar ditarik dari Ibu Kota
Sana’a agar tuntutan dipenuhi.
Pendudukan Istana
Namun konflik kembali pecah bulan Januari
2015 saat presiden Hadi mengumumkan rancangan konstitusi baru untuk
pembentukan enam kawasan federasi Yaman. Langkah ini dipandang oleh
kelompok Syiah Al-Hautsi sebagai upaya melemahkan mereka. Presiden Hadi
tetap ngotot dengan rencananya, yang memicu pemberontakan kaum Syiah
Al-Hautsi.
Kaum Syiah Al-Hautsi akhirnya menggelar aksi protes anti pemerintah di Sanaa menuntut pembatalan pembntukan 6 kawasan federasi.
Dengan cepat pemberontak Al-Hautsi bisa
menguasai kawasan luas di Yaman dan merebut Ibu Kota Sanaa pada bulan
Februari 2014. Presiden Hadi kemudian mengungsi ke Aden dan akhir bulan
lalu ke Ibu Kota Arab Saudi, Riyadh.
Kini kaum Al-Hautsi bahkan sudah berhasil
merebut pusat kota Aden, kubu pertahanan terakhir presiden Hadi yang
didukung koalisi Arab yang dipimpin Arab Saudi.
Pemberontak Syiah Al-Hautsi diduga
didukung oleh Iran dengan logistik dan persenjataan. Walau dibantah,
namun diperkirakan semua bantuan dikirim lewat udara maupun lewat laut.
Asal mula gerakan
Pergerakan kaum Al-Hautsi yang menguasai wilayah Saad di utara Yaman didirikan resmi pada awal tahun 1990-an dengan nama resmi Ansharullah (Tentara Allah).
Pendirinya adalah Husein Badruddin al
Houthi yang mula-mula mengusung visi pendidikan luas dan kebudayaan bagi
generasi muda Yaman. Kelompok ini menganut faham Syiah Zaidiyah yang
sudah mengakar di kawasan itu sejak 1000 tahun.
Gerakan pendidikan dan kebudayaan itu
berubah menjadi gerakan bersenjata, setelah pendirinya Hussein al Huothi
terbunuh oleh serdadu yang dikrimkan presiden Ali Abdullah Saleh pada
tahun 2004.
Ketika itu kaum Al-Hautsi mendukung aksi
protes terhadap presiden Saleh di sebuah masjid di Sana’a. Kaum
Al-Hautsi juga berperan besar dalam gerakan yang menumbangkan presiden
Saleh pada 2011.
Para analis politik dari Amerika
menyebutkan, sebetulnya kaum Al-Hautsi hanya menuntut pembagian
kekuasaan lebih besar dalam pemerintahan nasional. Juga kelompok Syiah
ini ingin menggolkan tuntutannya bagi otonomi luas kawasan Sa’ada di
utara Yaman. Tapi sejarah menunjukkan, sikap ngotot presiden Mansyur Hadi yang didukung kaum Sunni di Arab Saudi memicu perang sektarian di Yaman.
Kini pemberontak Al-Hautsi praktis sudah
menguasai seluruh Yaman yang dalam keadaan vakum kekuasaan ditinggal
presidennya yang meminta perlindungan ke Arab Saudi hingga terjadilah
serangan Negara koalisi dalam operasi bertajuk Ashifatul Hazm (Badai Penghancur)